PROGRAM
PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS
PROFESIONAL
(Studi Kasus terhadap
Guru Bimbingan dan Konseling di Kabupaten Barat)
ARTIKEL ILMIAH
diajukan untuk memenuhi
syarat mengikuti sidang tahap II
untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
oleh
Ineu Maryani
NIM 1303135
PROGRAM
STUDI
BIMBINGAN
DAN KONSELING
SEKOLAH
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
2015
INEU
MARYANI
PROGRAM
PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS
KINERJA PROFESIONAL
(Studi Kasus terhadap Guru Bimbingan dan Konseling di
Kabupaten Bandung Barat)
disetujui
dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing
Dr.Ilfiandra, M.Pd
NIP 197211241999031003
Mengetahui
Ketua Program Studi
Bimbingan dan Konseling
Dr.Nandang Rusmana,
M.Pd
NIP 196005011986031004
ABSTRAK
Ineu Maryani.(2015).
Program Peningkatan Kinerja Guru Bimbingan
dan Konseling Berdasarkan Hasil Analisis Kinerja Profesional (Studi
Kasus terhadap Guru Bimbingan dan Konseling di Kabupaten Bandung
Barat).Pembimbing: Dr.Ilfiandra, M.Pd.
Penelitian ini
didorong oleh harapan akan eksistensi layanan bimbingan dan konseling di
sekolah yang menjadi faktor penentu utamanya adalah profesionalitas guru
bimbingan dan konseling yang memenuhi
standar kompetensi yang telah ditetapkan. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis kompetensi need asesmen,
kompetensi konseling individual dan
konseling kelompok, serta evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan
konseling yang selanjutnya untuk mengetahui program peningkatan kinerja profesional
yang dibutuhkan. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.Subjek pada penelitian ini
terdiri dari dua oarang guru bimbingan dan konseling bersertifikat pendidik
yang masing-masing bertugas di SMPN 2 Padalarang dan SMPN 2 Cipeundeuy.
Simpulan hasil penelitian menunjukkan penguasaan need asesmen sebagian sudah memenuhi sebagian sub
kompetensinya, pada aspek konseling individual dan konseling kelompok
kemampuan keterampilan konseling konselor
masih membutuhkan program peningkatan kinerja profesional, sedangkan
pada aspek evaluasi pelaksanaan program
layanan bimbingan dan konseling mengetahui konsep teoritis evaluasi,dan
perlu peningkatan dalam implementasinya.
Program peningkatan kinerja melalui metode mentoring pada kompetensi konseling individual
menunjukkan penggunaan keterampilan konseling yang lebih banyak diantaranya pertanyaan berorientasi terget,merubah keyakinan yang merugikan dan empati yang mendalam.Sementara konseling kelompok hasilnya
memberi dampak peningkatan adanya
tahap kerja (performance stage)
dengan penggunaan teknik yang lebih
banyak.
Kata
Kunci: Kinerja Profesional, Need Asesmen, Konseling individual ,Konseling kelompok, Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling
, Program Peningkatan Kinerja
PROGRAM
PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS PROFESIONAL
(Studi
Kasus terhadap guru bimbingan dan konseling di Kabupaten Bandung Barat)
Permasalahan
Sertifikasi sejatinya
merupakan upaya pemerintah dengan tujuan
kinerja guru akan meningkat dan pada gilirannya mutu pendidikan nasional akan
meningkat pula.Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam
dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru,
sehingga ke depan semua guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau
ijin mengajar. Dengan demikian, upaya pembentukan guru yang profesional di
Indonesia segera menjadi kenyataan dan diharapkan tidak semua orang dapat
menjadi guru dan tidak semua orang menjadikan profesi guru sebagai batu
loncatan untuk memperoleh pekerjaan seperti yang terjadi belakangan ini.
Menurut Naskah Dirjen
P4TK Penjas dan BK (2007) dinyatakan
manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:
- Melindungi profesi guru dari
praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak
citra profesi guru itu sendiri.
- Melindungi
masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional
yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan
sumber daya manusia di negeri ini.
- Menjadi
wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol
mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
- Menjaga
lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal
yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang
berlaku
Program
sertifikasi yang sudah digulirkan diharapkan juga dapat meningkatkan kinerja
professional guru bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling digambarkan sebagai sesuatu profesi yang
memiliki standar kerja yang dapat menggambarkan kualitas yang harus dihasilkan
berdasarkan struktur dan kualitas kerja yang sesuai dengan kode etik profesi
sehingga konselor tersebut dikatakan professional atau berkualitas dalam menjalankan
pelayanannya.
Sejauh ini penelitian yang menunjukkan bahwa program
sertifikasi ternyata tidak memberi kontribusi yang signifikan terhadap
peningkatan kinerja guru, khususnya
dalam hal ini kinerja professional guru bimbingan dan konseling di sekolah.
Beberapa penelitian yang ada dapat dijadikan indikator kualitas kepemilikan
dan/atau penguasaan kemampuan guru bimbingan dan konseling di lapangan. Penelitian Murad (2005 :202) tentang
kompetensi konselor yang berlatar belakang Bimbingan dan Konseling di sekolah
yang penyelenggaraan BK-nya baik mencapai 72,89% (tinggi), tingkat performansi
aktual kompetensi konselor yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan
konseling di sekolah yang kurang baik mencapai 67,23% (cukup), tingkat
performansi aktual kompetensi konselor yang berlatar belakang pendidikan non BK
di sekolah yang BK-nya kurang memadai hanya mencapai 59,46% (cukup cenderung
rendah).Penurunan yang terjadi pada pencapaian persentase tingkat performansi
aktualnya, 72,89% (tinggi) turun menjadi 67,23% (cukup), 66,48% (cukup) dan
kemudian 59,46% (cukup cenderung rendah) memperkuat dukungan bahwa latar
belakang pendidikan dan keadaaan penyelenggaraan Bk-nya memberikan urunan bagi
pencapaian tingkat performance actual kompetensi konselor professional.
Penelitian
Furqon dkk, (2000 :97) menunjukkan
secara keseluruhan skor kinerja professional guru pembimbing (guru BK) pada
kelompok yang mendapat pelatihan penelitian tindakan masih tergolong rendah,
terutama pada aspek dorongan dan upaya pengembangan diri, manajemen BK,
disamping etika dan moral dalam berprilaku. Pernyataan temuan ini diperkuat
oleh hasil penelitian Ilfiandra (dalam Ihsan, 2012: 3), menunjukkan bahwa
umumnya kinerja konselor di sekolah-sekolah yang berada di Kabupaten Bandung
berada pada kategori tidak memuaskan sebesar 64,28%.
Penelitian Ihsan (2012 :122)
menunjukkan gambaran umum kinerja guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah
Atas Negeri di Kota Cimahi menurut
pengawas, dari enam orang responden yang diteliti, satu orang responden diantaranya berada pada kategori amat baik,
tiga responden pada kategori baik, satu
responden pada kategori cukup, dan satu responden berada pada kategori sedang.
Sedangkan gambaran umum kinerja Guru bimbingan dan konseling Sekolah Menengah
Atas Negeri di kota Cimahi menurut Koordinator bimbingan dan konseling
masing-masing sekolahnya,semua
responden berada pada kategori
amat baik.
Maka dari
hasil-hasil penelitian di atas dan untuk
mengetahui unjuk kerja guru bimbingan dan konseling di sekolah yang bersifat
proses, dinamika dan interaksi maka dipandang sangat penting untuk mengetahui potret nyata kinerja guru bimbingan dan
konseling yang sudah bersertifikat melaksanakan kinerjanya di lapangan dengan
menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif
ini diharapkan memberi gambaran lebih
nyata, aktual, natural, karena metode
kualitatif lebih meneliti kepada proses
unjuk kerja guru bimbingan dan konseling
di sekolah yang dipotret langsung
oleh peneliti. Proses penelitian
di lapangan dalam waktu yang lebih lama dan intensif, diharapkan memberi
gambaran pola kerja deskriptif yang lebih nyata, dengan analisis yang lebih
mendalam. Berdasarkan hasil analisis kinerja profesional maka hasil akhirnya
akan dibuat desain pengembangan program peningkatan kinerja guru bimbingan dan
konseling yang langsung akan diujicobakan untuk mengetahui visibilitasnya.
Mengingat
luasnya kompetensi yang harus dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling maka
penelitian ini difokuskan kepada guru bimbingan dan konseling yang sudah
bersertifikat, dengan mendeskripsikan unjuk kerja kompetensi profesionalnya
secara terbatas, yaitu menyangkut 3 komponen profesionalnya yaitu kemampuan
Asesmen, Konseling individual dan konseling kelompok sebagai bagian
implementasi program BK yang komprehensif , dan Evaluasi Program Pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling
Tujuan
Penelitian
Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kinerja guru bimbingan dan konseling yang bersertifikasi, khususnya
pada kompetensi profesionalnya. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mendeskripsikan kemampuan
need asesment guru bimbingan dan konseling di sekolah.
2.
Mendeskripsikan kemampuan guru bimbingan dan konseling melaksanakan
konseling individual dan konseling kelompok di sekolah.
3.
Mendeskripsikan kemampuan guru
bimbingan dan konseling melakukan evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah.
4.
Mendesain program pelatihan
profesionalis bagi guru bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kemampuan
need asesment, konseling individual dan konseling kelompok, serta evaluasi
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.Penelitian dengan pendekatan
kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas, sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang
secara individual atau kelompok.
Pendekatan kualitatif ditandai dengan
kegiatan mengamati orang pada situasi nyata dalam lingkungan mereka,
berinteraksi dan memahami perilaku orang yang diamati dari sudut pandang orang tersebut.Metode kualitatif ini
dilaksanakan untuk memperoleh data secara empiris dan nyata yang terjadi
dilapangan sehingga dalam hal ini peneliti merupakan instrumen utama, sedangkan
instrumen hanyalah sebagai alat bantu dan pelengkap data
Secara umum desain penelitian
kualitatif besifat fleksibel sesuai dengan kondisi lapangan serta memperhatikan
temuan-temuan kejadian yang muncul dilapangan, akan tetapi sebagai pedoman
dalam melaksanakan penelitian digambarkan alur prosedur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah: studi pendahulan, Identifikasi subjek penelitian, studi literatur danpemotretan
kondisi objektif lapangan. Selanjutnya untuk mendapatkan data lapangan yang
dibutuhkan pada penelitian, digunakan kegiatan observasi, wawancara, dan studi
dokumenter yang digunakan secara simultan untuk melengkapi data yang dibutuhkan.
Analisis data awal untuk mendapatkan program peningkatan kinerja yang
dibutuhkan oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah, selanjutnya uji coba
pelatihan melalui metode mentoring.Hasil mentoring kemudian dianalisis kembali
untuk diambil kesimpulan dan pelaporan hasil penelitian.
Studi pendahuluan, tahap ini
dilaksanakan pada bulan januari sampai dengan dengan bulan Pebruari 2015,. Peneliti melakukan kegiatan
administrasi yang berkaitan dengan
perijinan kepada pihak yang berwenang.Disamping itu, peneliti melakukan
serangkaian proses penelitian yang diawali dengan penyusunan garis besar metode
penelitian yang digunakan dalam
melakukan penelitian.
Identifikasi pemilihan subjek, tahap
ini dilaksanakan dari mulai bulan Januari-pebruari 2015, yang meliputi
serangkaian proses pendekatan terhadap subjek penelitian, hal ini dilakukan
karena penelitian ini melihat unjuk kerja guru bimbingan dan
konseling di sekolah sehingga dibutuhkan pendekatan khusus untuk meyakinkan
kepada subjek penelitian tidak merasa terganggu dan tidak merasa riskan dengan
kehadiran peneliti. Pemilihan subjek dilakukan dengan menggunakan metode
purposive, yaitu bertalian dengan purpose dan tujuan tertentu yang diperoleh 2 (dua) orang subjek penelitian
yang dibutuhkan yang sudah bersertifikasi di SMP Negeri 2 Padalarang dan di SMP
Negeri 2 Cipeundeuy. Proses studi literatur dan pemotretan kondisi objektif
lapangan dilapangan dilakukan secara simultan karena proses pemotretan kondisi
objektif lapangan membutuhkan waktu, maka data terus-menerus di ambil dengan
berbagai metode baik melalui observasi, wawancara dan studi dokumenter dan
audio visual.
Penelitian ini diawali dengan
observasi pada tempat/fokus penelitian yaitu di SMPN 2 Cipeundeuy dan
SMPN 2 Padalarang, (dalam Bungin 2003;65) kegiatan dan penggunaan metode
observasi menjadi sangat penting dalam tradisi penelitian kualitatif. Metode
observasi itulah dikenal berbagai rupa kejadian, peristiwa, keadaan, yang
mempola dari hari ke hari ditengah-tengah masyarakat.Kegiatan observasi ini
dilengkapi dengan kegiatan wawancara secara mendalam.Lokasi penelitian di SMP
Negeri 2 Padalarang dan SMP Negeri 2 Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat. Adapun
yang menjadi alasan pemilihan kedua lokasi tersebut adalah karena adanya guru bimbingan dan
konseling yang sudah bersertifikasi dan bersedia untuk dijadikan subjek
penelitian,kondisi geografis sekolah yang dapat dijangkau oleh peneliti,belum
pernah ada yang melakukan penelitian tentang analisis terhadap kinerja guru
bimbingan dan konseling di SMP negeri 2 Padalarang dan di SMP negeri 2
Cipeundeuy.
Adapun yang menjadi subjek pada penelitian ini
adalah satu orang guru bimbingan dan konseling yang sudah bersertifikasi di SMP
Negeri 2 Padalarang dan satu orang guru bimbingan dan konseling yang sudah bersertifikasi di SMP
Negeri 2 Cipeundeuy .Pada
penelitian kualitatif peneliti adalah instrument utama.Peneliti merupakan
perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada
akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya.Peneliti berperan sebagai observer
as participant.Peneliti sebagai instrument penelitian ini sangat menentukan
kelancaran, keberhasilan, hambatan atau kegagalan dalam upaya pengumpulan
data.Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif bersifat fleksibel,
menggunakan aneka kombinasi dari teknik-teknik untuk mendapatkan data yang
valid dengan peneliti sebagai intrumen utama.Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui Observasi, wawancara, studi documenter, audio visual. Creswell (2008 :
220)
Langkah-langkah yang
ditempuh dalam penelitian ini dalam rangka pengumpulan data sebagai berikut.
a. Tahap
Persiapan
Tahap persiapan penelitian meliputi kegiatan sebagai
berikut :
a.
Studi
Pendahuluan, dilakukan sebelum penelitian, kegiatan yang dilakukan adalah
mengurus perizinan dan mencari tahu guru-guru Bk yang dapat dijadikan sebagai
partisipan pada penelitian ini.
b.
Identifikasi
masalah dan Identifikasi Subjek penelitian
c.
Studi
Literatur dan pemotretan kondisi objektif lapangan, dalam hal ini gambaran guru
BK yang sudah bersertifikasi
d.
Analisis data
dan pengambilan kesimpulan.
b. Tahap
Pelaksanaan
Pelaksanaan Penelitian dimulai dengan kegiatan orientasi (penciptaan
rapport), membaca kemungkinan adanya pengumpulan data yang dibutuhkan untuk
menjawab pertanyaan penelitian.Eksplorasi pengumpulan data utama dan data
penunjang dimulai dengan kemampuan need
asesmen, kemampuan konseling individual dan konseling kelompok serta evaluasi
pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling. Pengumpulan data utama
sangat fleksibel, tidak memaksa, tetapi mengikuti alur natural kinerja yang
sedang dilaksanakan subjek penelitian subjek dan dibuat sedemikian rupa tidak merasa terganggu
dengan kehadiran peneliti . Analisis data dilakukan secermat mungkin untuk
mengetahui program peningkatan kinerja yang dibutuhkan kemudian dengan
persetujuan subjek penelitian dilaksanakan uji coba pelaksanaan program
peningkatan kinerja profesional menggunakan metode mentoring.
c.
Tahap akhir Penelitian
Tahap akhir penelitian pada dasarnya berupa kegiatan untuk menyempurnakan
serta melaporkan data penelitian.Pada tahap ini data yang ditemukan dianalisis
secara cermat dan teliti, disusun, dikategorikan secara sistematik, dan
ditafsirkan berdasarkan pengalaman, kerangka pikir dan persepsi
peneliti.Berdasarkan langkah-langkah tersebut selanjutnya dibuat keputusan
analisis data dan akhirnya dituangkan dalam bentuk laporan hasil
penelitian.Selama di lapangan, penulis melakukan model analisis yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiono, 2008 : 337), yaitu reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi. Reduksi data dilakukan mengingat bahwa jumlah
data yang diperoleh dilapangan ternyata cukup berlimpah, sehingga perlu dicatat
secara teliti dan rinci.Melakukan reduksi data berarti merangkum, memilih dan
memfokuskan hal-hal yang pokok dan penting, mencari tema dan polanya, serta
membuang hal-hal yang tidak diperlukan.Setelah dilakukan reduksi, data kemudian
disajikan dalam bentuk tabel, peta pikiran atau peta konsep.Langkah selanjutnya
yang penulis lakukan adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Secara internal,
pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tringulasi,
perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, member cek, analisis kasus
negatif, menggunakan dat pendukung, dan ditambah dengan hasil diskusi dengan
teman sejawat (Sugiyono, 2008:368).Dengan tringulasi, penulis berusaha selalu
membandingkan dan melakukan pengecekan antara data yang diperoleh melalui
wawancara, observasi dan kajian terhadap dokumen program yang telah ada dan dokumen laporan program
bimbingan dan konseling yang telah dibuat oleh subjek penelitian.
Selanjutnya,
peneliti berupaya meningkatkan ketekunan dan ketelitian dengan cara melakukan
pengamatan secara lebih cermat, terus-menerus, dan bersinambungan.Dengan cara
ini, peneliti dapat memperoleh data yang relatif pasti dan dapat merekam
berbagai peristiwa dilapangan secara sistematis.Salah satu upaya yang dilakukan
peneliti dalam rangka memperoleh data yang valid dan absah adalah melakukan
member cek, yaitu pengecekan data yang diperoleh dari sumber data yaitu subjek
penelitian.Dengan langkah ini, peneliti dapat mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh sesuai dengan apa yang telah diberikan atau disepakati bersama
subjek penelitian.
Selain
langkah-langkah di atas, dalam rangka mendapatkan data penelitian yang valid,
peneliti selalu memperhatikan kasus (temuan data) yang tidak sesuai,
bertentangan, atau berbeda dengan data yang telah ditemukan sebelumnya.Di
samping itu peneliti juga selalu melengkapi data-data penelitian dengan bukti
rekaman, trankrip, catatan lapangan, dan foto-foto yang diperoleh di
lapangan.Sebagai upaya terakhir, peneliti kemudian melakukan diskusi
dengan dosen pembimbing untuk
mendiskusikan berbagai temuan, analisis, dan kesimpulan yang ada dalam penelitian
ini sebagai langkah untuk mendapatkan keabsahan data hasil penelitian secara
eksternal.
Temuan
Penelitian
1. Kemampuan need asesmen
guru bimbingan dan konseling
Berdasarkan standar profesional kemampuan need
asesmen, hasil wawancara dengan konselor
bahwa hakekat asesmen adalah sebagai
alat atau cara untuk memahami kondisi,
kebutuhan dan masalah konseli atau peserta didik. Pada aspek kemampuan memilih teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan pelayanan bimbingan dan
konseling, berdasarkan studi dokumentasi konselor menggunakan need asesmen satu alat instrumen yaitu Inventori
Tugas Perkembangan.Kemampuannya untuk
mengadministrasikan Inventori Tugas perkembangan dilakukan dengan menelaah butir-butir option jawaban peserta
didik yang dijadikan objek program yang disusunnya.Sementara penggunaan Daftar Ungkap Masalah (DCM), Sosiometri ,
Angket Kebutuhan Materi Bimbingan dan Konseling bagi peserta didik dan lain-lain digunakan ketika
dibutuhkan saja.
Pada aspek
kompetensi menyusun dan mengembangkan
instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan dan konseling,konselor memiliki
angket kebutuhan materi bimbingan dan konseling hasil workshop bimbingan dan
konseling yang diperolehnya di
Parung-Bogor tahun 2014, tetapi tidak digunakan pada penyusunan program
bimbingan dan konselingnya .Kemampuan konselor dalam mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan masalah-masalah
konseli, terlihat pada analisis tugas perkembangan dan menggunakan Daftar Cek Masalah. Pada
aspek kompetensi memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan
dasar dan kecenderungan pribadi konseli, berdasarkan studi dokumentasi
terlihat adanya penafsiran yang dilakukan oleh konselor pada program pendampingan implementasi
kurikulum 2013. Pada aspek memilih dan
mengadministrasikan instrumen untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli
berkaitan dengan lingkungan,konselor mampu membuat angket yang mengungkap
kondisi sosial ekonomi peserta didik yang hasilnya ditampilkan berupa grafik batang yang ditempel
didinding ruangan BK dan dilampirkan pada program layanan BK..Pada aspek mengakses data dokumentasi tentang konseli
dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Konselor pada waktu-waktu tertentu mengisi buku pribadi
peserta didik.Pada aspek kompetensi kemampuan
menggunakan hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling,konselor terpotret menggunakannya pada hasil Inventori Tugas Perkembangan
(ITP), Sosiometri dan Daftar Cek
Masalah, walau tidak dilaksanakan di awal, tapi sesuai kebutuhan. Pada aspek kemampuan menampilkan tanggung-jawab
profesional dalam praktik asesmen, konselor mampu mengakses berbagai need
asesmen yang ada seperti ITP, DCM, Sosiometri, dan mampu membaca hasil psikotes
dan kecenderungan minat serta bakat yang
digunakan sebagai alat untuk mengungkap kebutuhan peserta didik
2.a Kemampuan
Konseling Individual yang dilaksanakan oleh EM
EM melaksanakan Konseling
individual dengan peserta didik yang berinisial Ri kelas 8B.Konseling
individual ini dilaksanakan di ruangan bimbingan dan konseling SMPN 2
Padalarang pada hari Rabu, 8 April 2015
selama 58 menit.Ri kls 8B, merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara,
ayahnya seorang karyawan swasta, ibunya
adalah seorang guru di SMPN 2 Padalarang . Orang tuanya memiliki banyak
anak angkat, salah satunya adalah peserta didik SMPN 2 Padalarang kls 7
berinisial P di sekolah yang sama dengan Ri. Sejak kehadirannya, Ri dan ibunya merasa terganggu dan tidak nyaman dengan keberadaan peserta
didik tersebut.
Analisis terhadap kemampuan
konseling individual EM, pada dasarnya EM sudah melakukan konseling dalam tiga
tahap, yaitu tahap awal, tahap
pertengahan dan tahap akhir.Pada tahap awal EM memulai dengan menjajagi
persoalan yang dihadapi konseli, walaupun permasalahan lebih dipilih oleh
konselor ketimbang oleh konselinya, EM
juga kemudian bertanya persoalan mana yang akan di bahas pada konselingnya.Pada
tahap awal konselor tidak menjelaskan
tujuan proses konseling pada konseli.Pada tahap pertengahan, konselor
sudah banyak menggunakan keterampilan Eksploring, hanya saja pengungkapan
masalahnya menjadi dangkal, dan proses pengambilan keputusaan penyelesaian
masalah lebih cenderung diberikan dari konselor, sekalipun ada pertanyaan “Apa
yang harus dilakukan oleh Konseli..”, tapi jawabannya tidak keluar dari mulut
konseli.Pada proses konseling, konselor kurang memperhatikan content of feeling
konseli, apa yang dirasakan ketika disalahkan, apa yang diinginkan oleh konseli
berkaitan dengan sikap ayahnya atau sikap P, sehingga hal tersebut kurang
membuka membuat curahan hati konseli
yang lebih banyak.
Keterampilan –keterampilan
konseling yang sudah digunakan oleh EM dari awal sampai akhir adalah, Attending,Eksplorasi
masalah dan eksplorasi perilaku, pertanyaan terbuka,Refleksi isi dan
refleksi Feeling,mendengarkan secara
aktif, Menangkap Pesan Utama,Memfokuskan,Konfrontasi, Memberi informasi,
Mendorong, merencanakan dan Menutup Sesi Konseling. Tidak terlihat
tujuan digunakannya setiap keterampilan
tersebut, karena setiap keterampilan yang digunakan tidak ditindaklanjuti
dengan eksplorasi lebih dalam. Hal ini mengindikasikaan kebutuhan pelatihan
konseling bagi guru bimbingan dan konseling, terutama menyangkut penggunaan
teknik-teknik konseling yang berisi ungkapan-ungkapan yang tepat pada setiap
tekniknya, sehingga pada proses konseling yang dilakukannya, konselor menyadari penggunaan teknik-teknik
konselingnya akan menggiring dan menghantarkan konseli mampu membuat keputusan
dalam menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.Berdasarkan hasil wawancara konselor juga menyatakan
kebutuhan akan pelatihan konseling yang lebih intens.
2.b Kemampuan
Konseling Kelompok yang dilaksanakan oleh NN
Konseling
kelompok diselenggarakan oleh NN dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 17
April 2015, selama 45 menit di ruangan bimbingan dan konseling SMPN 2
Cipeundeuy. Konseli yang dilibatkan
berinisial C, W, R, Su, A, Ci, dan S. Riwayat singkat Konseli yang
dilibatkan pada konseling kelompok
memiliki latar belakang perceraian kedua orangtuanya, hal ini berarti
sudah memenuhi strategi yang tepat menggunakan konseling kelompok, karena
konseling kelompok diadakan, masalahnya harus
bersifat homogen dan hal ini sudah memenuhi kriteria tahapan awal
konseling kelompok yang tepat atau di sebut dengan beginning stage. Pendekatan yang digunakan pada konseling kelompok
ini menurut NN adalah menggunakan REBT, alasan penggunaan pendekatan REBT
adalah untuk merasionalkan pikiran-pikiran irrasional konseli terhadap
perceraian kedua orangtuanya menjadi pikiran yang rasional.
Konseling
kelompok dimulai dengan proses perkenalan antara konselor dan konseli serta
perkenalan sesama konseli menggunakan permainan lempar bola, yang mendapatkan
bola menyebutkan nama dan alamat tempat tinggal.Setelah mereka saling
memperkenalkan diri masing-masing, konselor memulai konseling kelompok dengan
berdoa dahulu. Hal ini merupakan penguasaan keterampilan Keterampilan Attending atau penghampiran
yang diperlukan dalam pemberian bantuan.Analisis terhadap konseling kelompok
yang sudah dilaksanakan oleh NN,
menunjukkan penggunaan keterampilan konseling yang masih sedikit.Ekplorasi
terhadap permasalahan dan perasaan klien belum muncul, sehingga secara
keseluruhan masih merupaka obrolan wawancara
biasa. Keterampilan konseling yang muncul adalah: Keterampilan teknik Attending,
Eksplorasi perasaan,eksplorasi kejadian, ekplorasi hubungan yang
sifatya masih dangkal,Refleksi isi, bertanya terbuka dan lebih
banyak menggunakan pertanyaan tertutup, menutup sesi konseling.Tahapan
yang digunakan masih dalam tahapan awal atau beginning stage,
proses tahapan kerja atau performing stage belum terlihat.Keterampilan
penggunaan pertanyaan-pertanyaan masih sangat terbatas.
3.Analisis
terhadap kemampuan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling yang dilakukan Konselor
secara teoritis kedua konselor memahami konsep
evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling, memahami dengan benar
kepentingan evaluasi bagi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling
yang dilaksanakan di sekolah.namun pada prakteknya evaluasi yang di lakukan masih
berkisar pada penilaian proses dan penilaian hasil jangka pendek. Pada
pelaksanaan bimbingan klasikal, peserta didik ditanya pada akhir bimbingan
klasikal apa yang dirasakan terhadap layanan bimbingan yang sudah diperolehnya
pada saat itu.Berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa kendala banyaknya kelas yang
harus dibina membuat tidak terlaksananya evaluasi program pelaksanaan bimbingan
dan kelompok, ditambah pula dengan belum
adanya instrumen baku evaluasi
pelaksanaan program bimbingan dan konseling .
Berdasarkanwawancara
tertulis yang diberikan bagaimana
konselor melakukan evaluasi hasil,
proses dan program bimbingan dan konseling,
jawabannya adalah evaluasi saat ini yang dapat dilaksanakan adalah pasti
setelah proses layanan bimbingan diberikan ada evaluasi proses dan evaluasi
hasil, sementara evaluasi program belum dilaksanakan secara maksimal, karena banyak
kelas yang ditangani.Pertanyaan untuk mengungkap kompetensi aspek penyesuaian proses pelayanan bimbingan dan konseling,
konselor menyatakan bahwa penyesuaian proses disesuaikan dengan melihat need
asesmen yang sudah dilaksanakan, tapi apabila ada layanan responsif yang lebih
kritis akan lebih didahulukan atau layanan lainnya ditunda secara fleksibel,
tapi tetap memegang prinsip bahwa semua layanan dapat dilaksanakan secara
maksimal dan optimal.
Kemudian bagaimana konselor menginformasikan
hasil pelaksanaan evaluasi pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak
terkait, konselor menyatakan bahwa hasil pelaksanaan evaluasi kegiatan
dilaporkan kepada kepala sekolah dalam
bentuk laporan kegiatan setiap akhir semester
dan tahunan . Selanjutnya bagaimana untuk mengetahui aspek penggunaan
hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan program
bimbingan dan konseling, konselor menyatakan bahwa program positif yang
sudah dilaksanakan pada tahun sebelumnya dan mendapatkan manfaat
positif dari peserta didik akan
dilaksanakan kembali , misalnya kegiatan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok
melalui dinamika kelompok dan permainan-permainan dan media audio visual yang
cukup favorit bagi peserta didik. Sedangkan beberapa kegiatan yang kurang
terlaksana dengan baik seperti kegiatan konseling individu dan konseling
kelompok akan dijadwalkan dan dipersiapkan lebih matang.
Program
Peningkatan Kinerja Profesional
Berdasarkan
hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi terhadap Konselor EM dan NN selama
penelitian hasilnya dianalisis terhadap kemampuan kompetensi Need asesmen, Kemampuan Konseling Individual dan Konseling Kelompok, serta Kemampuan Evaluasi Pelaksanaan
Program bimbingan, maka program peningkatan kinerja profesional guru
bimbingan dan konseling yang paling
dibutuhkan saat ini oleh konselor EM dan NN adalah keterampilan konseling
individual dan konseling kelompok.Hal ini tidak berarti bahwa pada aspek
kemampuan need asesmen dan aspek evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan
dan konseling tidak membutuhkan program peningkatan kinerja profesional.
Pada penelitian ini program
peningkatan kinerja dilakukan melalui program mentoring dan peneliti yang berperan sebagai mentor
memberikan bahan-bahan mentoring yang diperlukan bagi peningkatan kinerja
profesional guru bimbingan dan konseling kepada EM dan NN sebagai mentee untuk
didiskusikan bersama.Mentoring diharapkan memberi dampak positif bagi
peningkatan kinerja terutama pada aspek
konseling individual dan konseling kelompok.Hasil mentoring akan
diujicobakan pada pelaksanaan konseling individual dan konseling kelompok pasca
mentoring dan akan dianalisis hasilnya.Berdasarkan
hasil konseling individual pasca mentoring, maka dapat disimpulkan bahwa
konselor sudah memiliki keterampilan konseling yang lebih banyak yaitu:Refleksi
isi lebih dalam, Refleksi Perasaan,Pertanyaan Berorientasi Target,Mendebat
Keyakinan-Keyakinan yang Merugikan Diri Konseli, Eksplorasi Masalah Lebih Dalam
dan di follow-up, Menutup Sesi Konseling dengan rencana pertemuan lanjutan.Selain
itu keterampilan yang dimiliki pada konseling sebelum mentoring juga tetap
digunakan seperti pertanyaan tertutup dan terbuka,
supporting dan kelebihan konseling setelah
mentoring ini adalah adanya ungkapan empati konselor kepada konseli yang
lebih mendalam. Pada konseling ini konseli mampu membuat keputusan sendiri
dengan menyatakan kesiapannya untuk sekolah terus dan tidak bolos lagi
Berdasarkan
hasil konseling kelompok setelah mentoring maka keterampilan Konseling kelompok
yang dilakukan oleh NN adalah:Tahapan konseling
sudah melalui tahap awal atau beginning stage,
dengan adanya kelompok yang masalahnya homogen dan mempunyai tujuan yang sama
yaitu untuk membuktikan bahwa anak korban perceraian tidak selalu gagal, di
juluki anak yang nakal dan tidak berprestasi.Attending merupakan
keterampilan yang sudah dimiliki konselor NN dengan sangat baik.Tahap
kerja (Performing stage ) sudah dilakukan oleh konselor, dengan melakukan
refleksi
isi mendalam, refleksi perasaan, eksplorasi
masalah, pertanyaaan terbuka, supporting,pertanyaan berorientasi target,
Summarizing,merencanakan/Planning.Keterampilan-keterampilan
ini belum dapat dilakukan oleh konselor ketika melakukan
konseling kelompok sebelum mentoringTahapan terminasi (termination stage),
dilakukan oleh konselor dengan memberikan dorongan terhadap seluruh konseli
untuk mengubah perilaku yang diarahkan
pada kemajuan dan pembuktian dirinya bahwa anak korban perceraian memiliki
cita-cita dan harapan keberhasilan di masa yang akan datang yang merupakan keterampilan
Menutup Sesi Konseling,yang dilakukan atas persetujuan konseli,
berdasarkan kontrak waktu yang disepakati pada awal sesi konseling, menanyakan
perasaan konseli, walaupun konselor belum meminta pendapat konseli (evaluasi)
terhadap jalannya sesi konseling dan konselor tidak menyinggung lagi tentang
rencana dan pokok pertemuan berikutnya.
PEMBAHASAN
1.
Kemampuan Need Asesmen
Need asesmen merupakan metode dan proses untuk
mengumpulkan data informasi tentang peserta didik dan lingkungannya. Asesmen
dalam bimbingan dan konseling memiliki kedudukan sebagai dasar dalam
perancangan program layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan
kebutuhan untuk mendorong pencapaian tujuan pelayanan bimbingan. Kemampuan need
asesmen konselor pada penelitian ini menunjukkan pemahaman yang cukup baik
tentang hakekat need asesmen. hal ini dikarenakan konselor yang diteliti
memiliki pendidikan yang cukup memadai dan
keduanya sudah seringkali mengikuti berbagai seminar, workshop dan
berbagai diklat. Pada umumnya pengalaman pendidikan akan mempengaruhi kinerja
seseorang dalam bertindak dan berperilaku yang disesuaikan dengan potensi
kemampuan yang terbentuk pada saat mengikuti
pendidikan formal di bangku sekolah atau pun pendidikan non formal.
Pengalaman
pendidikan yang memadai memiliki peluang lebih besar untuk mewujudkan kinerja
profesional konselor. Hal ini telah terbukti berdasarkan hasil-hasil penelitian
yang relevan, antara lain R.Roy Miftahul Huda (2010) telah membuktikan adanya hubungan yang positif antara pengalaman pendidikan
dengan kinerja profesional guru BK/konselor.
Jenis asesmen
yang digunakan oleh konselor adalah asesmen sekolah, kondisi sosial ekonomi
orang tua, tingkat ekonomi, serta penggunaan Inventori Tugas Perkembangan. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Nurhudaya (2012) asesmen merupakan salah satu kompetensi yang harus
dikuasai konselor untuk memahami kondisi,
kebutuhan dan masalah yang dihadapi konseli. Kompetensi asesmen dapat
diartikan sebagai keterampilan-keterampilan atau pemahaman-pemahaman
(penguasaan konsep) yang harus dimiliki konselor untuk dapat melakukan kegiatan
asesmen dan evaluasi secara efektif.
Konselor dalam
penelitian ini memahami secara konsep
tentang asesmen yang ditunjang pula oleh kemampuan konselor menggunakan Inventory Tugas
Perkembangan dan DCM menunjukkan kompetensi memilih teknik asesmen sesuai dengan kebutuhan layanan.Sejalan
dengan standar the association for asessment in counseling and education, salah
satu kompetensi seorang konselor adalah terampil dalam memilih strategi
asesmen.Konselor dapat menggambarkan hakekat dan penggunaan berbagai tipe
asesmen formal maupun informal, seperti angket, wawancara, ceklist termasuk instrumen
yang sudah komputerisasi. Kemampuan
mengadministrasikan Daftar Cek Masalah dan Sosiometri merupakan implementasi kemampuan mengadministrasikan asesmen untuk mengungkap
masalah-masalah konseli .Pada pelatihan kurikulum 2013, konselor pernah
dilatih menafsirkan kemampuan dasar berdasarkan alat tes baku mengukur kecerdasan, bakat dan minat dan
membaca hasil serta menginformasikan
hasilnya kepada konseli, hal ini merupakan bukti kemampuan memilih dan mengadministrasikan teknik asesmen pengungkapan kemampuan
dasar dan kecenderungan pribadi konseli.Pengisian buku pribadi berkaitan
dengan kemampuan pengaksesan data
dokumentasi tentang konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling.Hasil
ITP dan DCM digunakan untuk pemberian layanan yang tepat bagi materi yang akan
diberikan dalam bimbingan klasikal,
konseling kelompok, konseling individual dan bimbingan kelompok merupakan
kompetensi menggunakan hasil asesmen
dalam pelayanan bimbingan dan konseling serta
Tanggung jawab secara profesional dalam praktek asesmen ditunjukan
dengan penyusunan program tahunan yang selalu diperbaharui.
Sebagai
perbandingan hasil penelitian asesmen yang dilakukan oleh Nurhudaya (2012 :
122-123) menunjukkan bahwa rata-rata skor setiap sub kompetensi pada kelompok
perilaku, hanya satu kompetensi yang termasuk kategori cukup, yakni sub kompetensi mengelola data/informasi, tiga sub
kompetensi termasuk ke dalam kategori sedang
yakni : sub kompetensi menyelenggarakan/melaksanakan
asesmen, menafsirkan data/informasi, dan sub kompetensi melaporkan hasil asesmen. Dua sub kompetensi yang termasuk ke dalam
kategori kurang yakni sub kompetensi menganalisis data/informasi dan sub
kompetensi memanfaatkan data/informasi hasil asesmen.Sedangkan pada kelompok
kontrol, hanya satu kompetensi yang termasuk kategori cukup yakni sub
kompetensi mengelola data /informasi, sedangkan lima sub kompetensi lainnya
termasuk ke dalam kategori kuran.
Kreativitas dan
inovasi konselor pada kemampuan need
asesmen mutlak dibutuhkan untuk mengungkap berbagai dimensi kepribadian peserta
didik, yang memudahkan untuk membuka akses terhadap inti masalah yang dimiliki
peserta didik untuk segera mendapatkan layanan bimbingan disesuaikan dengan kebutuhan dan tugas
perkembangan peserta didik.Sejalan dengan hasil penelitian Nurhudaya (2012)
tentang asesmen, model-model pelatihan asesmen seyogyanya terus dilatihkan
untuk meningkatkan kinerja profesional guru bimbingan dan konseling khususnya
pada kompetensi asesmen.
1. Kemampuan Konseling
Individual dan Konseling Kelompok Konselor
Pada praktik konseling individual
yang dilakukan konselor sebelum program peningkatan kinerja adalah , penggunaan
teknik-teknik konseling meliputi Attending, meliputi penerimaan
konseli yang ramah dan hangat. Charkhuff
(dalam Ineu, 1996: 22) mengemukakan bahwa salah satu keterampilan yang sangat
penting untuk terciptanya attending pada diri konselor adalah melalui
pengamatan.Penerapan keterampilan ini secara baik akan membantu konselor dalam
memahami keadaan fisik, emosi, dan pemikiran yang dimunculkan konseli pada
proses konseling.Ahli-ahli konseling selalu menyebutkan bahwa mendengarkan
secara aktif adalah salah satu kunci attending.Berkenaan dengan unsur
pendengaran dalam kemampuan attending, perlu dipahami bahwa sebagian besar pekerjaan
konselor dalam konseling adalah pekerjaan mendengar sambil memperhatikan secara penuh semua hal yang dikemukakan oleh
konseli akan membantu konselor untuk mengerti dan memahami lebih banyak tentang
diri konseli.Suasana seperti itu akan menciptakan kesan bahwa klien mendapatkan
penguatan dari konselor untuk dapat mengembangkan harga diri dan rasa aman
dalam suasana konseling tersebut.
Tahap awal pada proses konseling
individual yang didahului oleh attending, tidak dilanjutkan dengan tujuan diadakannya konseling dan pencapaiannya.
Konselor langsung beranjak pada eksplorasi masalah yang akan dibicarakan , hal
inilah yang kemudian menjadi adanya bargaining
antara konselor dan konseli masalah yang pertama kali akan dibicarakan,
seyogyanya masalah harus datang dari konseli untuk dibahas dalam proses
konseling. Keterampilan Eksplorasi yang digunakan pada proses konseling
individual oleh konselor masih terbatas pada eksplorasi masalah.Keterampilan
eksplorasi menurut Geldard (2011)
mensyaratkan konselor untuk menggunakan pertanyaan-pertanyaan secara efektif
akan sangat membantu proses
konseling.Menurut Geldard (2011), ada sejumlah masalah yang terkait dengan
penggunaan pertanyaan eksplorasi pada saat konseling yang
harus dihindari, diantaranya; a)terlalu mencampuri urusan pribadi; b) Menginterogasi
konseli; c) Menciptakan ketidaksetaraan yang tidak perlu;d) Melemahkan proses
konseling; e)Mengendalikan proses penelurusan konseli; f)Menggunakan
pertanyaan-pertanyaan ‘mengapa?’ dan g) Lebih mementingkan kebutuhan-kebutuhan
konselor.
Pada saat
konselor bertanya masalah yang akan dibicarakan dengan pernyataan:”Ok, ada apa
dengan bapak..?”pernyataan ada apa, dapat lebih bermakna dengan pernyataan:
“Coba Ri ceritakan lebih lanjut tentang masalah dengan bapak untuk kita
diskusikan lebih lanjut?”. Konseling melibatkan seni mendengarkan secara
konstruktif, jadi penggunaan respon-respon minimal yang tepat dan
permintaan-permintaan singkat untuk melanjutkan pembicaraan adalah hal yang
penting. Selain itu perilaku nonverbal konselor untuk melibatkan diri bersama
konseli akan meningkatkan keberhasilan konseling. Pernyataan konselor pada
ungkapan: “Nah terus apa lagi?’, akan lebih tepat dengan ungkapan: “Dapatkan Ri ceritakan lebih lanjut
maksudnya?” akan memberi peluang bagi konseli untuk menceritakan lebih terbuka.
Keterampilan
refleksi isi atau parafrase yang
digunakan konselor tidak membuka konseli untuk mengungkapkan lebih jauh,
ungkapan yang digunakan konselor:
“Yang
bapak okay ,masalahnya adalah Ri merasa di tuduh sama bapak main hape,padahal
P sedang mengerjakan tugas,dan itu
sampai hari ini ya, maaf tadi kejadiannya dari hari apa?”.Pernyataan refleksi isi dapat lebih tepat dengan
ungkapan : “Rupanya Ri memiliki masalah hubungan dengan bapak yah..”Keterampilan
parafrase ini adalah konselor merefleksikan kepada konseli apa yang telah
dikatakannya kepada konselor, tetapi hal itu bukan berarti konselor sekedar
membeo atau mengulangi kata-kata yang telah diucapkan, yang harus dilakukan
adalah mengambil detail-detail isi pembicaraan dengan konseli yang paling
penting dan kemudian mengungkapkannya kembali dengan kata-kata konselor
sendiri, bukan meniru kata-kata konseli.
Keterampilan yang sudah
digunakan oleh konselor adalah refleksi
Perasaan, pada ungkapan konselor: “Ok, ibu memahami kekesalan kamu, kemana
itu kalo sama temen?’. Refleksi ini berdasarkan ungkapan konseli sebelumnya, “Males
nanya ibu,jadinya males pulang ke rumah , jadinya diem aja di luar sama temen”.Kadang-kadang
kita mungkin tidak yakin tentang apakah kita sudah mengidentifikasi suatu
perasaan secara akurat atau tidak, tetapi kita berpikir bahwa membantu konseli
untuk lebih memahami perasaan tersebut merupakan hal yang penting. Ungkapan
yang mungkin dapat kita sampaikan pada konseli adalah: “Saya ingin tahu apakah
Ri sekarang sedang merasa… (kesal, marah, sedih..dan sebagainya).Melalui
latihan , makin lama akan makin mudah bagi konselor untuk mengidentifikasi
perasaan-perasaan seperti ketegangan, ketertekanan, dan kesedihan dari sikap
tubuh, ekspresi-ekspresi wajah dan gerak-gerik seseorang. Air mata yang mulai
mengalir menggenang pada mata konseli akan menjadi petunjuk tentang
kesedihannya.Merefleksikan perasaan-perasaan konseli kepada konseli sendiri
adalah cara yang bermanfaat untuk membantu pelepasan beban emosional dengan
efek penyembuhan (Geldard, 2012: 93).
Keterampilan selanjutnya
yang sudah digunakan konselor adalah pertanyaan
terbuka, pada ungkapan: “Ketika Ri tahu bahwa itu malah membuat masalah
Ri bertambah,Ri harus bagaimana? Kira kira Ri tahu ngggak harus gimana?Ibu
yakin Ri tahu harus bagaimana, coba
bagaimana?Coba menurut Ri apa yang harus Ri
lakukan agar konflik sama papanya selesai, terutama konflik yang masalah
tadi, padahal Ri kan betul betul sedang
mengerjakan PR di sangkanya sedang main hape,pada saat mengerjakan peer,apa ada
hape Ri di sebelah?”.Pertanyaan menjadi tidak fokus, menurut Geldard (2011) ada
satu tipe pertanyaan tertentu yang disarankan dihindari oleh konselor kecuali
benar-benar diperlukan adalah ‘mengapa’. Masalah yang timbul dengan pertanyaan
‘mengapa’ adalah, untuk merespons pertanyaan itu konseli cenderung mencari
jawaban yang rasional, bukan berkonsentrasi pada apa yang sedang terjadi di
dalam hati mereka. Pertanyaan-pertanyaan berawalan ‘mengapa’? cenderung memancing
jawaban-jawaban yang ‘ada di luar’; yaitu jawaban-jawaban yang tampak tidak
berasal dari dalam diri konseli dan seringkali tidak meyakinkan.Mereka sering
terseret pada ‘alasan-alasan’ atau
‘rasionalisasi-rasionalisasi’.Pertanyaan-pertanyaan yang diawali dengan ‘apa’,
‘bagaimana’, dan ‘kapan’ biasanya lebih berguna.Pertanyaan terbuka seringkali
diawali dengan kata-kata tersebut.
Pertanyaan terbuka sama
sekali berbeda efeknya dari pertanyaan tertutup.Jenis
pertanyaan ini memberikan banyak ruang bagi konseli untuk mencari
lingkup-lingkup yang relevan dan malah
dapat mendorong konseli untuk secara bebas memasukkan materi-materi tambahan
dalam responnya.Jika konselor memberikan pertanyaan tertutup,’Apakah Anda datang
ke sini naik bis?’, kemungkinan jawabannya adalah ‘Ya’ atau ‘Tidak’ .
Sebaliknya, jika pertanyaannya adalah pertanyaan terbuka seperti, ‘Bagaimana
perjalanan Anda tadi ke sini?’, konseli akan lebih bebas dalam memberikan
jawaban dan jawaban dari pertanyaan ini akan lebih banyak memberikan informasi.Keterampilan
yang sudah digunakan adalah membuat rangkuman /summarizing pembicaraan konseli pada
ungkapan konselor: “Ok jadi intinya papa Ri merasa Ri ngebantah apa yang di
katakan itu, nah setelah itu …makanya ibu tanya apa yang dilakukan Ri setelah papa marah, Ri nggak ngebantah pak, atau Ri diem nggak ngapa-ngapain lagi?”. Merangkum mirip dengan memparafrasa.
Ketika seorang konselor melakukan parafrasa, ia merefleksikan kembali segala
hal yang telah diutarakan oleh konseli pada setiap pernyataan yang dibuatnya.
Pernyataan konselor sebenarnya tidak harus berupa pertanyaan kembali yang
membuyarkan rangkuman pembicaraan yang telah dibuatnya.Membuat rangkuman
menurut Geldard (2011) adalah sesuatu yang perlu dilakukan dari waktu ke waktu
selama berlangsungnya sesi konseling supaya konselor dapat mengklarifikasikan
gagasan mereka, dan kemudian menggabungkan berbagai unsur dari apa yang mereka
katakan ke dalam bentuk yang dapat dipahami. Secara khusus, saat menjelang akhir
dari pertemuan konseling, merangkum hal-hal penting yang telah disinggung dalam
pembicaraan adalah tindakan yang logis. Dengan melakukan hal ini, konselor
mengkoneksikan pikiran-pikiran, ide-ide, dan perasaan-perasaan yang diutarakan dalam sesi konseling, dan
akhirnya dapat membantu konseli agar tidak merasa kebingungan lagi dan bisa
menangani persoalan hidupnya dengan lebih baik. Pengkoneksian ini dapat
membantu konselor untuk bergerak ke arah penutupan pertemuan konseling yang
sukses.
Pada akhir sesi konselingnya
konselor menutup sesi konseling dengan ungkapan: “Ok kapan akan ketemu lagi
untuk menceritakan hasil pertemuan Ri
sama papa?” dan ungkapan :” Sama
sama cantik, ibu senang kalau kamu sudah merasa nyaman, sekarang gimana kalau
masuk kelas lagi, pelajaran siapa sekarang?”.Menurut Geldard (2011), menjelang
berakhirnya waktu konseling, kadang-kadang memberikan rangkuman materi yang
telah dibicarakan konseli sepanjang pertemuan konseling adalah tindakan yang
tepat bagi konselor. Konselor juga dapat menambahkan pernyataan berkenaan
dengan target-target ke depan dan kemungkinan perlunya menjadwalkan sesi
konseling berikutnya.Ketika mengakhiri pertemuan akan lebih baik jika konselor
memberi konseli beberapa umpan balik positif; hal ini terutama karena konseli
datang menemui konselor ketika kepercayaan mereka terhadap harga diri mereka
sendiri sedang sangat lemah. Sebagai contoh, konselor dapat mengatakan
ungkapan: ‘Sudah jelas bagi saya bahwa Anda (menyebut nama lebih baik) sedang
menghadapi masa-masa sulit. Saya terkesan dengan cara Anda menelusuri masalah Anda dan memikirkan tentang
kemungkinan-kemungkinan solusinya’.Menurut Geldard (2011) hal-hal yang yang
harus diperhatikan menjelang berakhirnya konseling 1) informasikan kepada konseli bahwa konselor akan mengontrol
lamanya sesi konseling; 2) beri tahu konseli ketika pertemuan akan berakhir; 3)
buatlah sebuah kontrak dengan konseli untuk menjadwalkan pertemuan-pertemuan
berikutnya; 4) akhiri masing-masing pertemuan dengan menyampaikan rangkuman, menyampaikan
garis besar target-target ke depan, dan memberikan beberapa umpan balik yang
positif jika memungkinkan; 5) pegang
kendali ketika mengakhiri pertemuan; 6) dalam serangkaian pertemuan
konseling rutin, tinjaulah kemajuannya dan berhati-hatilah terhadap
ketergantungan.7) ketika mengakhiri pertemuan, jangan memberikan pertanyaan
atau merefleksikan isi dan perasaan.Pada kenyataannya, konselor pada praktik
konselingnya masih memberikan pertanyaan saat konseling akan diakhiri.
Beberapa hasil
penelitian sebelumnya mengindikasikan
kurangnya kemampuan konselor menggunakan
teknik-teknik konseling, Nurihsan (dalam Sri,2013) dalam penelitiannya
menemukan bahwa pelaksanaan konseling oleh guru pembimbing belum sesuai dengan yang diharapkan, yakni masih kurangnya
kemampuan pembimbing dalam menangani dan menggali masalah yang dihadapi siswa.
Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Ineu (1996) menyatakan hasil
analisis keterampilan konseling yang digunakan oleh pembimbing pada proses
konseling oleh guru BK SMU di Jawa Barat menunjukkan bahwa teknik-teknik yang
baru dikuasai oleh satu orang guru pembimbing adalah teknik attending, attending nonverbal, teknik empati
primer, teknik eksplorasi, teknik menangkap pesan utama, teknik menyimpulkan sementara, teknik memimpin, teknik bertanya, teknik mendorong,
teknik memberi nasehat, dan teknik mengakhiri sesi konseling.
2.Kemampuan
Evaluasi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling.
Hasil studi dokuementasi
menunjukkan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling secara
teoritis dipahami dengan baik akan
tetapi pelaksanan evaluasi pelaksanaan program tidak dilakukan dengan
alasan banyaknya jumlah kelas yang harus diisi sehingga program yang
direncanakan tidak terealisasi seluruhnya dan tidak adanya instrumen baku yang
dimiliki oleh konselor sehingga evaluasi cenderung diabaikan. Menurut Myrick
(dalam Aip Badrujaman 2012 : 22) bahwa ada lima alasan yang menjadi faktor
penghambat guru pembimbing tidak melaksanakna evaluasi yakni, 1) guru bimbingan
dan konseling tidak punya cukup waktu untuk melaksanakan evaluasi program
bimbingan dan konseling, 2) guru bimbingan dan konseling tidak mempunyai
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan evaluasi program bimbingan dan
konseling, 3) adanya ketakutan guru bimbingan dan konseling terhadap
akuntabilitas, 4) guru bimbingan dan konseling tidak merasa bermasalah tidak
melakukan eavaluasi program bimbingan dan konseling, 5) guru bimbingan dan
konseling berpersepsi bahwa program bimbingan dan konseling sulit diukur.
Disamping itu WS. Winkel dan Sri
Hastuti (2004:823) mengemukakan beberapa hambatan yang mengakibatkan evaluasi
program bimbingan dan konseling kurang terlaksana yaitu : 1) guru bimbingan dan
konseling kurang mempunyai waktu untuk melaksanakan evaluasi program bimbingan
dan konseling, 2) guru bimbingan dan konseling menganggap dirinya kurang
berkompeten untuk melaksanakan evaluasi program bimbingan dan konseling, 3)
perubahan perilaku sulit diukur dengan keberadaan alat yang tersedia sampai
sekarang, 4) dana yang dialokasikan hanya cukup untuk melakukan kegiatan
bimbingan sedangkan untuk kegiatan evaluasi membutuhkan biaya sendiri, 5) data
untuk melakukan evaluasi tidak lengkap, 6) guru bimbingan dan konseling sulit
untuk melakukan kriteria dalam melaksanakan evaluasi program bimbingan dan
konseling, 7) guru bimbingan dan konseling menganggap dirinya orang lapangan
bukan orang riset.
Menurut konselor evaluasi proses
dan hasil jangka pendek dilakukan pada saat aktivitas dilakukan pada bimbingan klasikal, bimbingan
kelompok, konseling individual dan konseling kelompok, namun tidak
didokumentasikan. Pada aspek penyesuaian
proses pelayanan bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kondisi pada
saat kegiatan dilaksanakan.Layanan lebih diutamakan apabila terdapat situasi
kritis dan harus segera dilayani, dan kegiatan fleksibel dilaksanakan.Pada aspek menginformasikan
hasil pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling, dilaporkan
kepada kepala sekolah dalam bentuk laporan kegiatan kinerja setiap akhir semester
dan kepada pengawas apabila dibutuhkan.Pada aspek penggunaan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan
program bimbingan dan konseling, program yang terlaksana pada tahun
sebelumnya dan mendapatkan apresiasi positif akan kembali dilaksanakan
sedangkan untuk kegiatan yang kurang terlaksana seperti konseling individual
dan konseling kelompok waktunya lebih dipersiapkan.
Pelaksanaan
implementasi evaluasi pelaksanaan
program bimbingan dan konseling memiliki hambatan-hambatan secara internal maupun eksternal.Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Triyono dkk (2013) tentang faktor penghambat
pelaksanaan evaluasi program layanan oleh guru bimbingan dan konseling di SMA
Negeri kota Padang, menyatakan bahwa 31,1% guru bimbingan dan konseling
mengalami hambatan secara internal
dalam pelaksanaan evaluasi program layanan bimbingan dan konseling, 23,3% guru
bimbingan dan konseling mengalami hambatan
dari segi pengetahuan dan keterampilan, 43, 3% mengalami hambatan dari segi
persepsi dan sebanyak 26,7% mengalami hambatan
dari segi rasa tanggung jawab.Selanjutnya sebanyak 28,4% guru bimbingan dan
konseling mengalami hambatan secara eksternal dalam melaksanakan evaluasi
pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling, sebanyak 30.0% mengalami
hambatan dari segi kriteria, 26,7 %
mengalami hambatan dari segi pelatihan dan penataran, 20,0% mengalami hambatan
dari segi waktu, dan 36,7% mengalami hambatan dari segi biaya.
Sesuai dengan
pendapat Amirah Diniaty (2012:68) bahwa hambatan yang mungkin terjadi dalam
mengevaluasi program layanan bimbingan dan konseling karena: 1) konselor tidak
mempunyai cukup waktu yang memadai untuk melaksanakan evaluasi program
bimbingan dan konseling; 2) konselor memiliki latar belakang pendidikan yang
bervariasi baik ditinjau dari segi jenjang maupun programnya; 3) belum adanya alat-alat
instrumen baku yang valid, reliabel dan objektif; 4) konselor sekolah belum
mendapatkan penataran atau pelatihan khusus yang berkaitan dengan evaluasi
program bimbingan dan konseling; 5) konselor sekolah kurang mempunyai waktu dan
biaya; 6) konselor sekolah belum mempunyai instruktur yang ahli dalam evaluasi
program bimbingan dan konseling; 7) konselor sekolah belum mempunyai kriteria
keberhasilan evaluasi program bimbingan dan konseling yang jelas dan baku.
Berdasarkan
hasil penelitian ini dan berbagai hasil penelitian yang lain serta berbagai
pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, guru bimbingan dan konseling/konselor
harus mampu mengatasi hambatan yang terjadi baik secara internal maupun
eksternal dalam melaksanakan evaluasi
program layanan bimbingan dan konseling sesuia dengan aspek-aspek standar
kompetensi evaluasi dengan cara menambah dan mengembangkan wawasan,
pengetahuan, keterampilan, nilai dan
sikap sehingga pelaksanaan evaluasi program layanan bimbingan dan konseling
dapat berjalan efekif dan menunjukkan akuntabilitas yang berbanding lurus
dengan kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap layanan bimbingan dan
konseling di sekolah.
Peningkatan
Kinerja Profesional Melalui Mentoring
Program Mentoring yang merupakan program
peningkatan kinerja menggunakan pendekatan integratif merupakan suatu program
yang didesain untuk menambah wawasan dan pehamanan berbagai keterampilan konseling
yang lebih memudahkan karena program mentoring ini dilengkapi dengan
contoh-contoh percakapan tiap keterampilan konseling menggunakan pendekatan integratif, sehingga hal ini
akan memberikan gambaran yang lebih jelas ketika keterampilan digunakan pada
proses konselingnya. Praktek konseling pasca mentoring oleh konselor menunjukan
peningkatan penggunaan keterampilan konseling diantaranya keterampilan Refleksi
Isi, Refleksi Perasaan lebih empati, Pertanyaan Berorientasi Target,Mendebat
keyakinan-keyakinan yang merugikan diri konseli, menutup sesi konseling dengan
rencana pertemuan lanjutan serta Pertanyaan terbuka lebih sering digunakan dan
supporting
membuka peluang konseli menemukan jawaban masalahnya.
Pelaksanaan
konseling kelompok sebelum mentoring, masih konvensional, tidak
menunjukkan performance stage , penggunaan keterampilan sangat terbatas,
sehingga tidak beranjak dari beginning
stage sekalipun kemampuan Attending dilakukan dengan
baik.Keterampilan eksplorasi ada tapi dangkal dan tidak ditindaklanjuti,
keterampilan refleksi isi dan
didominasi pertanyaan tertutup,
sehingga konseling kelompok tidak berkembang. Program Mentoring sebagai metode
untuk meningkatkan konseling individual
dan konseling kelompok menunjukkan lebih
banyak penguasaan keterampilan oleh konselor. Keterampilan konseling kelompok
pasca mentoring, menunjukkan Tahapan konseling sudah melalui tahap
awal atau beginning stage,tahap
kerja (Performing stage ) dan Termination stage.Keterampilan
konseling yang digunakan Eksplorasi masalah, Refleksi
Isi, Refleksi Perasaan, Pertanyaaan Terbuka lebih banyak
digunakan ,Pertanyaan Berorientasi Target, Summarizing, Planning,
dan mengakhiri sesi konseling .Tahapan Menutup Sesi Konseling Kelompok
(Termination Stage) dilakukan oleh konselor dengan memberikan dorongan
terhadap seluruh konseli untuk mengubah
perilaku yang diarahkan pada kemajuan dan pembuktian dirinya.
SIMPULAN
Simpulan
terhadap kinerja profesional guru bimbingan dan konseling pada Kompetensi Need
Asesmen, Konseling Individual dan Konseling Kelompok serta Kompetensi Evaluasi Pelaksanaan Program
bimbingan dan konseling serta program mentoring adalah:
1.
Kompetensi Need Asesmen,
Konselor sudah memahami hakekat asesmen sebagai
alat atau cara untuk memahami kondisi,
kebutuhan dan masalah konseli atau peserta didik yang dijadikan dasar pembuatan
programnya.Pemilihan Inventori Tugas Perkembangan (ITP) merupakan
kemampuan memilih
teknik asesmen, sesuai dengan kebutuhan
pelayanan bimbingan dan konseling,
kemampuan menelaah setiap option
jawaban ITP untuk dianalisis serta kemampuannya untuk menggunakan perangkat IT
merupakan kemampuan menampilkan
tanggung-jawab profesional dalam praktik asesmen dan kemampuan menggunakan
hasil asesmen dalam pelayanan bimbingan dan konseling, penyusunan
angket sebagai instrumen asesmen
merupakan kemampuan kinerja profesional dalam aspek menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan bimbingan
dan konseling, penyusunan program bimbingan dan konseling berdasarkan hasil
analisis tugas perkembangan dan kemampuan menggunakan sosiometri, Daftar Cek Masalah merupakan kemampuan konselor untuk mengadministrasikan asesmen untuk mengungkapkan
masalah-masalah konseli.Kemampuan memilih dan mengadministrasikan teknik
asesmen pengungkapan kemampuan dasar dan kecenderungan pribadi konseli, pernah
dilakukan pada saat pelatihan implementasi kurikulum 2013. Pada aspek memilih dan mengadministrasikan instrumen
untuk mengungkapkan kondisi aktual konseli berkaitan dengan lingkungan,
Konselor mampu membuat angket untuk
mengungkap kondisi sosial ekonomi peserta didik..Pengisian buku pribadi
merupakan upaya untuk mengakses data dokumentasi tentang konseli
dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Kompetensi
Konseling Individual dan
Konseling Kelompok.
Kemampuan konseling individual
sebelum mentoring menunjukkan penggunaan Keterampilan Attending, Eksplorasi, Refleksi isi, Refleksi perasaan, pertanyaan terbuka, Summarizing,
Supporting dan Planning.Kemampuan konseling kelompok sebelum mentoring,
masih konvensional, tidak menunjukan performance
stage , penggunaan keterampilan sangat terbatas, sekalipun kemampuan Attending
dilakukan dengan baik.Tahapan konseling masih beginning Stage, keterampilan
eksplorasi
dangkal, keterampilan refleksi
isi dan didominasi pertanyaan
tertutup, sehingga konseling kelompok tidak berkembang.
3.Kemampuan
evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling
Evaluasi pelaksanaan program
bimbingan dan konseling secara teoritis dipahami dengan baik, tapi tidak
teraplikasi pada proses implementasi karena alasan banyaknya kelas yg ditangani
dan tidak adanya instrumen baku yang dimiliki oleh konselor sehingga evaluasi
cenderung diabaikan.Evaluasi proses dan hasil jangka pendek dilakukan pada saat
aktivitas dilakukan pada bimbingan
klasikal, bimbingan kelompok, konseling individual dan konseling kelompok,
namun tidak didokumentasikan.Pada aspek penyesuaian
proses pelayanan bimbingan dan konseling disesuaikan dengan kondisi pada
saat kegiatan dilaksanakan.Layanan lebih diutamakan apabila terdapat situasi
kritis dan harus segera dilayani.Pada
aspek menginformasikan hasil
pelaksanaan evaluasi layanan bimbingan dan konseling, dilaporkan kepada
kepala sekolah dalam bentuk laporan kegiatan kinerja setiap akhir semester dan
kepada pengawas apabila dibutuhkan.Pada aspek penggunaan hasil pelaksanaan evaluasi untuk merevisi dan mengembangkan
program bimbingan dan konseling, program yang terlaksana pada tahun
sebelumnya dan mendapatkan apresiasi positif akan kembali dilaksanakan
sedangkan untuk kegiatan yang kurang terlaksana seperti konseling individual
dan konseling kelompok waktunya lebih dipersiapkan.
4.Peningkatan
Kinerja Profesional Melalui Mentoring
Program Mentoring meningkatkan penggunaan keterampilan konseling individual yaitu Refleksi Isi, Refleksi Perasaan lebih empati,
Pertanyaan Berorientasi Target,Mendebat keyakinan-keyakinan yang merugikan diri
konseli, menutup sesi konseling dengan rencana pertemuan lanjutan serta
Pertanyaan
terbuka lebih sering digunakan dan supporting membuka peluang konseli
menemukan jawaban masalahnya.Keterampilan konseling kelompok pasca mentoring,
menunjukkan Tahapan konseling sudah melalui tahap awal atau beginning stage,tahap
kerja (Performing stage ) dan termination stage.Keterampilan
konseling yang digunakan Eksplorasi masalah, Refleksi
Isi, Refleksi Perasaan, Pertanyaaan Terbuka lebih banyak
digunakan ,Pertanyaan Berorientasi Target, Summarizing, Planning,
dan mengakhiri sesi konseling .Tahapan Menutup Sesi Konseling Kelompok
(Termination Stage) dilakukan oleh konselor dengan memberikan dorongan
terhadap seluruh konseli untuk mengubah
perilaku yang diarahkan pada kemajuan dan pembuktian dirinya.
REFERENSI
Azam. (2015). Fokus, problem dan solusinya. Diakses
dari https://www.academia edu/7055733/fokus_problem_dan solusinya/
Badrujaman,
Aip. (2011). Teori dan aplikasi evaluasi
program bimbingan dan konseling. Jakarta: PT. Indeks
Bungin,B.(2003).
Analisis data penelitian kualitatif.Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Creswell,
John. (2008).Educatioanal research.third
edition.New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Depdiknas .(2008) .Penataan pendidikan profesional guru bimbingan dan konseling dan layanan bimbingan dan konseling
dalam jalur formal.Bandung : ABKIN.
Depdiknas.(2007). Pengembangan kompetensi dan
sertifikasi pendidik: guru pembimbing.Dirjen P4TK Penjas-BK.
Diniaty, Amirah.(2012).Evaluasi bimbingan dan konseling.Riau:
Zanafa Publishing
Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan .(2008). Penataan
profesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan
formal.Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Ditjen PMPTK. (2010).Pembinaan dan pengembangan profesi guru,
buku 2: pedoman pelaksanaan penilaian kinerja guru (PK guru).Jakarta:
kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Efendi, et al. (2013).Kompetensi sosial guru bimbingan dan konseling sekolah (studi deskriptif di SMA negeri kota Padang).Jurnal Ilmiah Diakses dari
http//ejournal.unp.ac.id/index.php/guru bimbingan dan konseling.
Fahmi, Irman. (2011).Manajemen kinerja: Teori dan Aplikasi.
Bandung : Alfa Beta.
Furqon, et al. (2001).Peningkatan kinerja profesional guru
pembimbing melalui tindakan kolaboratif guru-dosen (pengembangan model
penelitian tindakan sebagai alternatif peningkatan kinerja profesional guru
pembimbing di SMU kota dan kabupaten Bandung). Laporan Penelitian
FIP UPI, Tidak diterbitkan.
Geldard, K and Geldard D. (2011). Practical counseling skills.British:
Palgrave Macmillan
Gysbers, N .C.and Henderson, P. (2006).Developing & managing your school
guidance and counseling program.Fourth Edition.United States. American
Counseling Association
Huda, RM. (2013, edisi 1). Kajian dari pengalaman pendidikan, iklim
organisasi dan gaya kepemimpinan. Majalah Keguruan, hal.25.
Ilfiandra, et al.(2006). Peningkatan mutu tata kelola layanan
bimbingan dan konseling pada sekolah menengah atas di provinsi Jawa Barat.Bandung.Penelitian
PPB FIP UPI
Keputusan
PB ABKIN Nomor : 010 tahun 2006 tentang penetapan
kode etik bimbingan dan konseling.
Marliani,
Sri. (2013).Rumusan kompetensi asesmen
yang harus dikuasai konselor/guru bimbingan dan konseling. Skripsi. Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Maryani, Ineu. (1996).Analisis terhadap keterampilan konseling dan
perilaku nonverbal pembimbing dalam proses konseling di sekolah.(studi kasus terhadap
pembimbing SMU di Jawa Barat). Skripsi.Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan,Institut Keguruan Ilmu Pendidikan, Bandung.
Mulyasa. (2006). Menjadi guru profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Murad, Abdul (2005) Standar kualitas kompetensi guru bimbingan dan konseling profesional (studi pengembangan standar kompetensi di lingkungan pakar
konseling perguruan tinggi negeri dan
guru bimbingan dan konseling SMA negeri). Tesis.
Jurusan Bimbingan dan Konseling ,Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Mursalin, Ihsan. (2013). Profil kinerja guru bimbingan dan
konseling sekolah menengah atas negeri (studi deskrtiptif
terhadap guru bimbingan dan konseling
sekolah menengah atas negeri di kota cimahi tahun ajaran 2012-2013) :
Skripsi.Psikologi Pendidikan dan Bimbingan,Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Muslich, Masnur. (2007).Sertifikasi guru menuju profesionalisme
pendidik. Bandung: Bumi Aksara
Nurhudaya. (2012).Model penguatan kompetensi konselor dalam bidang asesmen di sekolah.
Disertasi.Sekolah Pascasarjana,Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
(2008). Standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru bimbingan dan konseling.Jakarta: Depdiknas
Permendiknas RI No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta:
Badan Nasional Standar Pendidikan.
_______.2010.Nomor 35 : Petunjuk teknis pelaksanaan jabatan
fungsional guru dan angka kreditnya.Jakarta: Badan Nasional Standar
Pendidikan.
Rahman, Fathur. (2012). Modul ajar pengembangan dan evaluasi program
BK.PPGBK: Prodi Bimbingan dan Konseling.Universitas Negeri Yogyakarta.
Ratna, Riezka. (2014). Evaluasi dalam management program BK. Diakses
dari
Riezkaratna73.blogspot.com/2014/10/evaluasi-dalam-management-program-bk-html.
Rizqiyain, LH. (2014). Hubungan kompetensi guru bimbingan dan
konseling dengan profesionalitas layanan BK di SMPN se kabupaten brebes.
.Skripsi.Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah
(metode, teknik dan aplikasi). Bandung: Rizqi Press.
Saeful,
Asep.(2012). Faktor-faktor yang
berpengaruh pada kinerja
guru SD serta dampaknya terhadap hasil belajar siswa.Disertasi.
Jurusan Administrasi
Pendidikan,Sekolah Pascasarjana,Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Setiawati,
Ratih. (2014). Pengaruh sertifikasi
terhadap kinerja guru.Diakses dari
http://ratihgirls51.wordpress.com/2014/04/30/makalah-pengaruh-sertifikasi
terhadap kinerja guru /
Setya.(2011).Pengaruh sertifikasi terhadap kinerja guru.Diakses
dari
http://Setya066.wordpress.com/2011/02/23/pengaruh-sertifikasi-terhadap-kinerja-guru/
Sisrianti, Nurfarhanah, Yusri. (2013).Persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian guru Bk/guru bimbingan dan konseling di SMPN 5 Pariaman. Jurnal-Ilmiah-Konseling.Diakses-dari
http//ejournal.unp.ac.id/index.php/guru bimbingan dan konseling.
Sobahiya Mahasri.(2008).Profil mentoring Al-Islam Universitas
Muhammadiyah Surakarta.Surakarta: Mentoring Al-Islam LSI-UMS
Sugiyono.(2008a).Metode penelitian kuantitatif, kualitatif .Bandung: Alfabeta.
-----------
(2008b).Memahami penelitian
kualitatif.Bandung : Alfabeta.
Sulistiyowati, EE.(2009).Analisis pelaksanaan mentoring dalam
pembentukan konsep diri pelajar SMA pada lembaga ILNA Youth Centre
Bogor.Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Diakses
dari.repository,uinjkt.ac.id/disspace/bitstream/123456789/18878/1/EKOENDAHSULISTIYOWATI.FDK.pdf.
Suswati, Endah. (2004). Pengaruh tingkat
pendidikan , pengalaman kerja dan motivasi terhadap Kinerja Kepala SMKN se Jawa
Tengah.Tesis, STIEPARI, Jawa Tengah.
T.Erfort, Bradley.(2004). Profesional school counseling a handbook of
theories, programs and practices.Texas: An International Publisher 8700
Shoal Creek Boulevard.
Taufik, et.al.
(2008).Pengembangan model pengawasan
bimbingan konseling untuk meningkatkan mutu kompetensi profesional konselor, Bandung
: Penelitian PPB FIP UPI.
Triyono dkk,
(2013).Faktor penghambat pelaksanaan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling oleh guru bimbingan dan konseling di SMA kota Padang.STKIP PGRI
Sumatera Barat. Diakses dari 131.232.SM.pdf
Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
(2003).Bandung: Fokusmedia
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan
dosen .(2005).Jakarta.BP.Cipta Jaya
UPI. (2014).Pedoman penulisan karya tulis ilmiah:
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Willis, Sofyan
S. (2007).Konseling individual teori dan
praktek.Bandung: Alfa Beta.
Winkel, W.S.
& Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan
konseling di institusi pendidikan. Yogyakarta: MediaAbadi
7. Referensi
Azam.
(2015). Fokus, problem dan solusinya.
Diakses dari https://www.academia edu/7055733/fokus_problem_dan solusinya/
Badrujaman,
Aip. (2011). Teori dan aplikasi evaluasi
program bimbingan dan konseling. Jakarta: PT. Indeks
Bungin,B.(2003).
Analisis data penelitian kualitatif.Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Creswell,
John. (2008).Educatioanal research.third
edition.New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Depdiknas .(2008) .Penataan pendidikan profesional guru bimbingan dan konseling dan layanan bimbingan dan konseling
dalam jalur formal.Bandung : ABKIN.
Depdiknas.(2007). Pengembangan kompetensi dan
sertifikasi pendidik: guru pembimbing.Dirjen P4TK Penjas-BK.
Diniaty, Amirah.(2012).Evaluasi bimbingan dan konseling.Riau:
Zanafa Publishing
Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan .(2008). Penataan
profesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan
formal.Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Ditjen PMPTK. (2010).Pembinaan dan pengembangan profesi guru,
buku 2: pedoman pelaksanaan penilaian kinerja guru (PK guru).Jakarta:
kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Efendi, et al. (2013).Kompetensi sosial guru bimbingan dan konseling sekolah (studi deskriptif di SMA negeri kota Padang).Jurnal Ilmiah Diakses dari http//ejournal.unp.ac.id/index.php/guru
bimbingan dan konseling.
Fahmi, Irman. (2011).Manajemen kinerja: Teori dan Aplikasi.
Bandung : Alfa Beta.
Furqon, et al. (2001).Peningkatan kinerja profesional guru
pembimbing melalui tindakan kolaboratif guru-dosen (pengembangan model
penelitian tindakan sebagai alternatif peningkatan kinerja profesional guru
pembimbing di SMU kota dan kabupaten Bandung). Laporan Penelitian
FIP UPI, Tidak diterbitkan.
Geldard, K and Geldard D. (2011). Practical counseling skills.British:
Palgrave Macmillan
Gysbers, N .C.and Henderson, P. (2006).Developing & managing your school
guidance and counseling program.Fourth Edition.United States. American
Counseling Association
Huda, RM. (2013, edisi 1). Kajian dari pengalaman pendidikan, iklim
organisasi dan gaya kepemimpinan. Majalah Keguruan, hal.25.
Ilfiandra, et al.(2006). Peningkatan mutu tata kelola layanan
bimbingan dan konseling pada sekolah menengah atas di provinsi Jawa Barat.Bandung.Penelitian
PPB FIP UPI
Keputusan
PB ABKIN Nomor : 010 tahun 2006 tentang penetapan
kode etik bimbingan dan konseling.
Marliani,
Sri. (2013).Rumusan kompetensi asesmen
yang harus dikuasai konselor/guru bimbingan dan konseling. Skripsi. Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Maryani, Ineu. (1996).Analisis terhadap keterampilan konseling dan
perilaku nonverbal pembimbing dalam proses konseling di sekolah.(studi kasus
terhadap pembimbing SMU di Jawa Barat). Skripsi.Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan,Institut Keguruan Ilmu Pendidikan, Bandung.
Mulyasa. (2006). Menjadi guru profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Murad, Abdul (2005) Standar kualitas kompetensi guru bimbingan dan konseling profesional (studi pengembangan standar kompetensi di lingkungan pakar
konseling perguruan tinggi negeri dan guru
bimbingan dan konseling SMA negeri). Tesis. Jurusan Bimbingan dan Konseling ,Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Mursalin, Ihsan. (2013). Profil kinerja guru bimbingan dan
konseling sekolah menengah atas negeri (studi deskrtiptif
terhadap guru bimbingan dan konseling sekolah
menengah atas negeri di kota cimahi tahun ajaran 2012-2013) :
Skripsi.Psikologi Pendidikan dan Bimbingan,Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Muslich, Masnur. (2007).Sertifikasi guru menuju profesionalisme pendidik.
Bandung: Bumi Aksara
Nurhudaya. (2012).Model penguatan kompetensi konselor dalam bidang asesmen di sekolah.
Disertasi.Sekolah Pascasarjana,Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
(2008). Standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru bimbingan dan konseling.Jakarta: Depdiknas
Permendiknas RI No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta:
Badan Nasional Standar Pendidikan.
_______.2010.Nomor 35 : Petunjuk teknis pelaksanaan jabatan
fungsional guru dan angka kreditnya.Jakarta: Badan Nasional Standar
Pendidikan.
Rahman, Fathur. (2012). Modul ajar pengembangan dan evaluasi program
BK.PPGBK: Prodi Bimbingan dan Konseling.Universitas Negeri Yogyakarta.
Ratna, Riezka. (2014). Evaluasi dalam management program BK. Diakses
dari Riezkaratna73.blogspot.com/2014/10/evaluasi-dalam-management-program-bk-html.
Rizqiyain, LH. (2014). Hubungan kompetensi guru bimbingan dan
konseling dengan profesionalitas layanan BK di SMPN se kabupaten brebes. .Skripsi.Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah
(metode, teknik dan aplikasi). Bandung: Rizqi Press.
Saeful,
Asep.(2012). Faktor-faktor yang
berpengaruh pada kinerja
guru SD serta dampaknya terhadap hasil belajar siswa.Disertasi.
Jurusan
Administrasi Pendidikan,Sekolah Pascasarjana,Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Setiawati,
Ratih. (2014). Pengaruh sertifikasi
terhadap kinerja guru.Diakses dari http://ratihgirls51.wordpress.com/2014/04/30/makalah-pengaruh-sertifikasi
terhadap kinerja guru /
Setya.(2011).Pengaruh sertifikasi terhadap kinerja guru.Diakses
dari http://Setya066.wordpress.com/2011/02/23/pengaruh-sertifikasi-terhadap-kinerja-guru/
Sisrianti, Nurfarhanah, Yusri. (2013).Persepsi siswa tentang kompetensi
kepribadian guru Bk/guru bimbingan dan konseling di SMPN 5 Pariaman. Jurnal-Ilmiah-Konseling.Diakses-dari
http//ejournal.unp.ac.id/index.php/guru bimbingan dan konseling.
Sobahiya Mahasri.(2008).Profil mentoring Al-Islam Universitas
Muhammadiyah Surakarta.Surakarta: Mentoring Al-Islam LSI-UMS
Sugiyono.(2008a).Metode penelitian kuantitatif, kualitatif .Bandung: Alfabeta.
-----------
(2008b).Memahami penelitian kualitatif.Bandung
: Alfabeta.
Sulistiyowati, EE.(2009).Analisis pelaksanaan mentoring dalam
pembentukan konsep diri pelajar SMA pada lembaga ILNA Youth Centre Bogor.Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Diakses dari.repository,uinjkt.ac.id/disspace/bitstream/123456789/18878/1/EKOENDAHSULISTIYOWATI.FDK.pdf.
Suswati, Endah. (2004). Pengaruh tingkat
pendidikan , pengalaman kerja dan motivasi terhadap Kinerja Kepala SMKN se Jawa
Tengah.Tesis, STIEPARI, Jawa Tengah.
T.Erfort, Bradley.(2004). Profesional school counseling a handbook of
theories, programs and practices.Texas: An International Publisher 8700
Shoal Creek Boulevard.
Taufik, et.al.
(2008).Pengembangan model pengawasan bimbingan
konseling untuk meningkatkan mutu kompetensi profesional konselor, Bandung
: Penelitian PPB FIP UPI.
Triyono dkk,
(2013).Faktor penghambat pelaksanaan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan
konseling oleh guru bimbingan dan konseling di SMA kota Padang.STKIP PGRI
Sumatera Barat. Diakses dari 131.232.SM.pdf
Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
(2003).Bandung: Fokusmedia
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan
dosen .(2005).Jakarta.BP.Cipta Jaya
UPI. (2014).Pedoman penulisan karya tulis ilmiah:
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Willis, Sofyan
S. (2007).Konseling individual teori dan
praktek.Bandung: Alfa Beta.
Winkel, W.S.
& Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan
konseling di institusi pendidikan. Yogyakarta: MediaAbadi